Sabtu, 26 Maret 2011

ANALISIS UNGKAPAN KATA-KATA MARAH DI KANAGARIAN MUARO PAITI KEC.KAPUR IX KAB.50 KOTA


UBH-14.JPG

ANALISIS UNGKAPAN KATA-KATA MARAH DI KANAGARIAN MUARO PAITI KEC.KAPUR IX KAB.50 KOTA


PROPOSAL PENELITIAN


ALSUMAINITIA
0710014111005


JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG
2011





A.     Belakang Masalah
     Secara umum emosi merupakan luapan perasaan yang terdiri dari gembira, sedih,haru,cinta,sayang, cemburu,dan marah.Terjadi pada seseorang saat dipengaruhi oleh suasana tertentu.
     Emosi dan makna emosional itu terlihat dari kata-kata yang mereka gunakan, ataupun dari gerakan-gerakan yang di lakukan. Emosi tersebut disebabkan kerena adanya ketidaksesuaian antara keinginan dengan kenyataan, dan jaga di sebabkan oleh rasa tidak suka atau benci dengan sasuatu.
     Menurut Keraf (1987:250) emosi adalah menyatakan sesuatu yang dirasakan, dilihat dari ucapan atau ujaran manusia yang mengandung makna, yakni perasan emosi dan maksud.
Selain itu menurut Ali dkk (1999:261) emosi adalah keadan dan reaksi psikologi atau filosofi seperti: kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan dan keberanian.Kalimat emosional merupakan kalimat atau ujaran yang dilahirkan dalam situasi emosional atau penuh emosi(Ali dkk 1999:261).
     Jadi emosi tersebut terbagi beberapa macam  yakni:perasaan malu, senang,sedih,muak, haru maupun marah. Maka dari itu kata-kata marah merupakan salah satu bagian dari emosi, dimana marah itu berupa kata-kata tidak suka atau benci dengan seseorang atau suatu hal.Sehingga menimbulkan efek-efek negatif dari marah tersebut yang  dapat merugikan individu tersebut maupun orang yang dimaksud.
     Sesuai dengan pendapat Albin, emosional berupa kata-kata marah itu adalah emosi yang sukar dan tidak enak bagi kebanyakan orang. Rasa marah itu sebagai daya perusak, yang dapat merusak hubungan  dan menjauhkan kita dari orang lain, kerena pikiran marah jauh lebih cepat bertindak tanpa mempertimbangkan akibatnya. Marah itu tidak memakai pikiran rasional ,yang mana pikiran rasional membutuhkan waktu yang lama untuk menanggapi masalah, dari pada dalam situasi marah yang merupakan dorongan hati bukan kepala.
     Ungkapan kata-kata marah inipun tidak pernah luput dari manusia kerena setiap manusia pasti mempunyai emosi tetutama rasa marah tersebut. Semua itu tergantung pada manusia itu sndiri untuk mengendalikan marah tersebut. Orang yang tidak bisa menahan marah tersebut dinamakan lepas kontrol.
     Adapun jenis-jenis  ungkapan kata-kata marah itu adalah: (1) kata-kata marah yang diucapkan pada orang lain padahal yang dituju bukan orang tersebut, yang mana dinamakan juga dengan sindiran, (2) Kata-kata marah yang langsung dituju pada lawan bicara atau orang yang dimaksud. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk meneliti  tentang UNGKAPAN KATA-KATA MARAH di KANAGARIAN MUARO PAITI KECAMATAN KAPUR IX KABUPATEN 50 KOTA. 

B.     Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, pada kesempatan ini peneliti membatasi masalah yang akan diteliti, peneliti hanya mengkaji bentuk-bentuk kata-kata marah dan pembagian serta penempatan kata-kata marah tersebut.Kemudian juga mengkaji makna kata-kata marah itu dari segi semantis.





C.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang dan batasan masalah di atas, pertanyaan penelitian itu dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah bentuk ungkapan kata-kata marah di kagarian Muaro Paiti Kec. Kapur IX Kab.50 Kota?
2.      Bagaimanakah makna ungkapan kata-kata marah di kanagarian Muaro Paiti Kec.Kapur IX Kab. 50 Kota?

D.    Tujuan Penelitian
Tujuan yang igin dicapai dari penelitian ini adalah:
1.      Untuk mendeskripsikan ungkapan kata-kata marah di kanagarian Muaro Paiti Kec. Kapur IX Kab. 50 Kota.
2.      Untuk mendeskripsikan makna ungkap[an kata-kata marah di kanagarian Muaro Paiti Kec.Kapur IX Kab.50 Kota.


E.     Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi mahasiswa jurusan sastra indonesia, fakultas sastra, Universitas Bung Hatta agar dapat memperluas wawasan tentang kata-kata marah tersebut. Selainitu juga diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman penelitian selanjutnya.



F.      Kajian Teori
     Penelitian tentang emosi sebelumnya sudah pernah diteliti oleh Yulia Roza, 2004. Dimana Roza membahas Emosi yang ada dalam novel “Salah Pilih” karya Nur Sutan Iskandar. Yulia Roza ini membagi emosi yang terdapat dalam novel yang dianalisis tersebut empat macam yaitu emosi marah, emosi sedih, emosi benci, emosi takut. Emosi marah itu adalah emosi sedih, emosi marah, emosi benci, emosi takut, emosi gembira,dll yang memberi pengaruh terhadap cara berbuat dan berpikir seseorang. Jadi pada penelitian yang dilakukan oleh Yulia Roza merupakan penelitian emosi secara umum, dan objek yang diteliti Yulia Roza itupun adalah emosi yang ada dalam novel “Salah Pilh” karya Nur Sutan Iskandar.
     Sedangkan penelitian yang akan penulis teliti ini mengenai Ungkapan Kata-Kata Marah di Kanagarian Muaro Paiti Kecamatan Kapur IX  Kabupaten 50 Kota. Artinya penulis secara khusus membahas tentang Ungkapan Kata-Kata Marah di Kanagarian Muaro Paiti tersebut.Selain itu objek yang akan penulis teliti merupakan masyarakat asli yang tinggal di kanagarian Muaro Paiti Kec. Kapur IX Kab.50 Kota. Ungkapan kata-kata marah yang mereka gunakan ketika mereka marah kepada seseorang ataupun hal lain. Dinisi penulis lebih mengutamakan emosi yang berupa kata-kata marah yang gipakai oleh masyarakat setempat. Oleh sebab itu penulis langsung terjun ke lapangan untuk mencari informan-informan untuk mencari data-data yang mendukung penelitian yang akan penulis lakukan.
     Dari hasil penelitian tersebut penulis menemukan 2 macam kata-kata marah yaitu: 1. Kata-kat marah yang diucapkan secara langsung baik itu berupa menghina orang lain, merendah yang diucapkan langsung kepada lawan bicara 2. Marah secara tidak langsung, berupa menyindir, merendah, menghina yang diucapkan secara tidak langsung  pada orang yang bersangkutan teptapi disampaikan melalui orang lain .
     Maka dari hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut, menurut penulis penelitian yang dilakukan ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dan layak untuk diteliti selanjutnya.

G. Kerangka teoretis
     Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Albin yaitu tantang aspek emosi yang dialami oleh manusia seperti: 1. Emosi marah, 2. Emosi sedih, 3. Emosi takut, 4. Emosi cinta.(Albin, 1986:17).
     Emosi marah yang dikemukakan Albin (1986:55) rasa marah merupakan suatu emosi yang tidak disukai setiap orang tidak hanya menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan bagi pihak lain.Terkadang seseorang sulit menghadapi perasaan marah  apalagi untuk mengungkapkannya. Apabila kita telah mengeluarkan kata-kata marah, kita tidak hanya melepaskan perasaan kita, tetapi juga menolong orang lain untuk mengerti perasaan yang sedang di rasakan.
H.Metode Penelitian
    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Narbuko dan Achmadi (2007) metode deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkanm data-data. Jadi data-data yang diperoleh nanti akan digunakan untuk memecahkan masalah secara sistematisdan faktual mengenai fakta-fakta yang ada.



I.Sumber Data
   Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lisan yaitu data yang diperoleh dari anggota masyarakat yang dijadikan responden tentang kata-kata marah di kanagarian Muaro Paiti kec.Kapur IX Kab.50 Kota.
J.Metode dan Teknik Pengumpulan Data
   Selanjutnya metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode interviu(wawancara). Metode wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan (Narbuku dan Achmadi, 2007:83). Adapun yang digunakan adalah teknik pancing, dimana penulis agak memancing emosi narasumber yang berhubungan dengan yang akan penulis teliti.
K.Metode dan Teknik Analisis Data
   Untuk analisis data penulis menggunakan metode agih. Metode agih adalah analisis data yang berupa penghubung antar fenomena dalam bahasa itu sendiri (Sudaryanto, 1993:15).
  Kemudian tenik yang penulis gunakan penulis untuk menganalisis data adalah teknik bagi unsur langsung. 
  






      







Read More..

Kamis, 24 Maret 2011

ASAL USUL DANAU MANINJAU


 Maninjau adalah sebuah danau vulkanik yang terletak di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Danau dengan luas sekitar 99,5 km2 dengan kedalaman mencapai 495 meter ini merupakan danau terluas kesebelas di Indonesia, dan terluas kedua di Sumatra Barat. Menurut cerita, Danau Maninjau pada awalnya merupakan gunung berapi yang di puncaknya terdapat sebuah kawah yang luas. Oleh karena ulah manusia, gunung berapi itu meletus dan membentuk sebuah danau yang luas. Apa gerangan yang menyebabkan gunung berapi itu meletus dan berubah menjadi danau.
Di sebuah daerah di Sumatra Barat ada sebuah gunung berapi yang amat tinggi bernama Gunung Tinjau. Di puncaknya terdapat sebuah kawah yang luas, dan di kakinya terdapat beberapa perkampungan. Penduduknya hidup makmur dan sejahtera, karena mereka sangat rajin bertani. Di samping itu, tanah yang ada di sekitar Gunung Tinjau amat subur, karena sering mendapat pupuk alami berupa abu gunung.
Di salah satu perkampungan di kaki Gunung Tinjau itu tinggal sepuluh orang bersaudara yang terdiri dari sembilan lelaki dan seorang perempuan. Penduduk sekitar biasa memanggil mereka Bujang Sembilan. Kesepuluh orang bersaudara tersebut adalah Kukuban, Kudun, Bayua, Malintang, Galapuang, Balok, Batang, Bayang, dan lelaki termuda bernama Kaciak. Sementara adik mereka yang paling bungsu adalah seorang perempuan bernama Siti Rasani, akrab dipanggil Sani. Kedua orangtua mereka sudah lama meninggal, sehingga Kukuban sebagai anak sulung menjadi kepala rumah tangga. Semua keputusan ada di tangannya.
Kesepuluh bersaudara tersebut tinggal di sebuah rumah peninggalan kedua orangtua mereka. Untuk memenuhi kebutuhannya, mereka menggarap lahan pertanian yang cukup luas warisan kedua orangtua mereka. Mereka sangat terampil bertani, karena mereka rajin membantu ayah dan ibunya ketika keduanya masih hidup. Di samping itu, mereka juga dibimbing oleh paman mereka yang bernama Datuk Limbatang, yang akrab mereka panggil Engku.
Datuk Limbatang adalah seorang mamak di kampung itu dan mempunyai seorang putra yang bernama Giran. Sebagai mamak, Datuk Limbatang memiliki tanggungjawab besar untuk mendidik dan memerhatikan kehidupan warganya, termasuk kesepuluh orang kemenakannya tersebut. Untuk itu, setiap dua hari sekali, ia berkunjung ke rumah Kukuban bersaudara untuk mengajari mereka keterampilan bertani dan berbagai tata cara adat daerah itu. Tak jarang pula Datuk Limbatang mengajak istri dan putranya ikut serta bersamanya.
Pada suatu hari, ketika Datuk Limbatang bersama istri dan Giran berkunjung ke rumah Bujang Sembilan, secara tidak sengaja Sani saling berpandangan dengan Giran. Rupanya, kedua pemuda dan gadis itu sama-sama menaruh hati. Giran pun mengajak Sani untuk bertemu di sebuah ladang di pinggir sungai. Dengan hati berdebar, Giran pun mengungkapkan perasaannya kepada Sani.
“Dik, Sani! Wajahmu cantik nan elok, perangai baik nan berhati lembut. Maukah engkau menjadi kekasih Abang?” tanya Giran.
Pertanyaan itu membuat jantung Sani berdetak kencang. Dalam hatinya, ia juga suka kepada Giran.
Alangkah senang hati Giran mendengar jawaban dari Sani. Ia benar-benar merasa bahagia karena cintahnya bersambut.
Maka sejak itu, Giran dan Sani menjalin hubungan kasih. Pada mulanya, keduanya berniat untuk menyembunyikan hubungan mereka. Namun karena khawatir akan menimbulkan fitnah, akhirnya keduanya pun berterus terang kepada keluarga mereka masing-masing. Mengetahui hal itu, keluarga Giran dan Sani pun merasa senang dan bahagia, karenahal tersebut dapat mempererat hubungan kekeluargaan mereka. Sejak menjalin hubungan dengan Sani, Giran seringkali berkunjung ke rumah Bujang Sembilan. Bahkan, ia sering membantu Bujang Sembilan bekerja di sawah.
Ketika musim panen tiba, semua penduduk kampung memperoleh hasil yang melimpah. Untuk merayakan keberhasilan tersebut, para pemuka adat dan seluruh penduduk bersepakat untuk mengadakan gelanggang perhelatan, yaitu adu ketangkasan bermain silat. Para pemuda kampung menyambut gembira acara tersebut. Dengan semangat berapi-api, mereka segera mendaftarkan diri kepada panitia acara. Tidak ketinggalan pula Kukuban dan Giran turut ambil bagian dalam acara tersebut.
Pada hari yang telah ditentukan, seluruh peserta berkumpul di sebuah tanah lapang. Sorak sorai penonton pun terdengar mendukung jagoannya masing-masing. Beberapa saat kemudian, panitia segera memukul gong pertanda acara dimulai. Rupanya, Kukuban mendapat giliran pertama tampil bersama seorang lawannya dari dusun tetangga. Tampak keduanya saling berhadap-hadapan di tengah arena untuk saling adu ketangkasan. Siapa pun yang menang dalam pertarungan itu, maka dia akan melawan peserta berikutnya. Ternyata, Kukuban berhasil mengalahkan lawannya. Setelah itu, peserta berikutnya satu per satu masuk ke arena gelanggang perhelatan untuk melawan Kukuban, namun belum seorang pun yang mampu mengalahkannya. Masih tersisa satu peserta lagi yang belum maju, yakni si Giran. Kini, Kukuban menghadapi lawan yang seimbang.
Maka terjadilah pertarungan sengit antara Giran dan Kukuban. Mulanya, Giran melakukan serangan secara bertubi-tubi ke arah Kububan, namun semua serangannya mampu dielakkan oleh Kukubun. Beberapa saat kemudian, keadaan jadi terbalik. Kukuban yang balik menyerang. Ia terus menyerang Giran dengan jurus-jurus andalannya secara bertubi-tubi. Giran pun terdesak dan kesulitan menghindari serangannya. Pada saat yang tepat, Kukuban melayangkan sebuah tendangan keras kaki kirinya ke arah Giran. Giran yang tidak mampu lagi menghindar, terpaksa menangkisnya dengan kedua tangannya.
Rupanya, tangkisan Giran itu membuat kaki kirinya patah. Ia pun tidak mampu lagi melanjutkan pertandingan dan dinyatakan kalah dalam gelanggang tersebut. Sejak itu, Kukuban merasa kesal dan dendam terhadap Giran karena merasa telah dipermalukan di depan umum. Namun, dendam tersebut dipendamnya dalam hati.
Beberapa bulan kemudian, dendam Kukuban yang dipendam dalam hati itu akhirnya terungkap juga. Hal itu bermula ketika suatu malam, yakni ketika cahaya purnama menerangi perkampungan sekitar Gunung Tinjau, Datuk Limbatang bersama istrinya berkunjung ke rumah Bujang Sembilan. Kedatangan orangtua Giran tersebut bukan untuk mengajari mereka cara bercocok tanam atau tata cara adat, melainkan ingin menyampaikan pinangan Giran kepada Sani.
“Maaf, Bujang Sembilan! Maksud kedatangan kami kemari ingin lebih mempererat hubungan kekeluargaan kita,” ungkap Datuk Limbatang.
“Apa maksud, Engku?” tanya si Kudun bingung.
“Iya, Engku! Bukankah hubungan kekeluargaan kita selama ini baik-baik saja?” sambung Kaciak.
“Memang benar yang kamu katakan itu, Anakku,” jawab Datuk Limbatang yang sudah menganggap Bujang Sembilan seperti anaknya sendiri.
“Begini, Anak-anakku! Untuk semakin mengeratkan hubungan keluarga kita, kami bermaksud menikahkan Giran dengan adik bungsu kalian, Siti Rasani,” ungkap Datuk Limbatang.
“Pada dasarnya, kami juga merasakan hal yang sama, Engku! Kami merasa senang jika Giran menikah dengan adik kami. Giran adalah pemuda yang baik dan rajin,” sambut si Kudun.
Namun, baru saja kalimat itu lepas dari mulut si Kudun, tiba-tiba terdengar suara bentakan yang sangat keras dari Kukuban.
“Tidak! Aku tidak setuju dengan pernikahan mereka! Aku tahu siapa Giran,” seru Kukuban dengan wajah memerah.
“Dia pemuda sombong, tidak tahu sopan santun dan kurang ajar. Dia tidak pantas menjadi suami Sani,” tambahnya.
“Mengapa kamu berkata begitu, Anakku? Adakah perkataan atau perilakunya yang pernah menyinggung perasaanmu?” tanya Datuk Limbatang dengan tenang.
“Ada, Engku! Masih ingatkah tindakan Giran terhadapku di gelanggang perhelatan beberapa bulan yang lalu? Dia telah mematahkan kaki kiriku dan sampai sekarang masih ada bekasnya,” jawab Kukuban sambil menyingsingkan celana panjangnya untuk memperlihatkan bekas kakinya yang patah.
“Oooh, itu!” jawab Datuk Limbatang singkat sambil tersenyum.
“Soal kaki terkilir dan kaki patah, kalah ataupun menang dalam gelanggan itu hal biasa. Memang begitu kalau bertarung,” ujar Datuk Limbatang.
“Tapi, Engku! Anak Engku telah mempermalukanku di depan orang banyak,” sambut Kukuban.
“Aku kira Giran tidak bermaksud mempermalukan saudaranya sendiri,” kata Datuk Limbatang.
“Ah, itu kata Engku, karena ingin membela anak sendiri! Di mana keadilan Engku sebagai pemimpin adat?” bantah Kukuban sambil menghempaskan tangannya ke lantai.
Semua yang ada dalam pertemuan itu terdiam. Kedelapan saudaranya tak satu pun yang berani angkat bicara. Suasana pun menjadi hening dan tegang. Kecuali Datuk Limbatang, yang terlihat tenang.
“Maaf, Anakku! Aku tidak membela siapa pun. Aku hanya mengatakan kebenaran. Keadilan harus didasarkan pada kebenaran,” ujar Datuk Limbatang.
“Kebenaran apalagi yang Engku maksud. Bukankah Giran telah nyata-nyata mencoreng mukaku di tengah keramaian?”
“Ketahuilah, Anakku! Menurut kesaksian banyak orang yang melihat peristiwa itu, kamu sendiri yang menyerang Giran yang terdesak dengan sebuah tendangan keras, lalu ditangkis oleh Giran. Tangkisan itulah yang membuat kakimu patah. Apakah menurutmu menangkis serangan itu perbuatan curang dan salah?” tanya Datuk Limbatang.
Kukuban hanya terdiam mendengar pertanyaan itu. Walaupun dalam hatinya mengakui bahwa apa yang dikatakan Datuk Limbatang adalah benar, tetapi karena hatinya sudah diselimuti perasaan dendam, ia tetap tidak mau menerimanya.
“Terserah Engku kalau tetap mau membela anak sendiri. Tapi, Sani adalah adik kami. Aku tidak akan menikahkan Sani dengan anak Engku,” kata Kukuban dengan ketus.
“Baiklah, Anakku! Aku juga tidak akan memaksamu. Tapi, kami berharap semoga suatu hari nanti keputusan ini dapat berubah,” kata Datuk Limbatang seraya berpamitan pulang ke rumah bersama istrinya.
Rupanya, Siti Rasani yang berada di dalam kamar mendengar semua pembicaraan mereka. Ia sangat bersedih mendengar putusan kakak sulungnya itu. Baginya, Giran adalah calon suami yang ia idam-idamkan selama ini. Sejak kejadian itu, Sani selalu terlihat murung. Hampir setiap hari ia duduk termenung memikirkan jalah keluar bagi masalah yang dihadapinya. Begitupula si Giran, memikirkan hal yang sama. Berhari-hari kedua pasangan kekasih itu berpikir, namun belum juga menemukan jalan keluar. Akhirnya, keduanya pun sepakat bertemu di tempat biasanya, yakni di sebuah ladang di tepi sungai, untuk merundingkan masalah yang sedang mereka hadapi.
“Apa yang harus kita lakukan, Dik?” tanya Giran.
“Entahlah, Bang! Adik juga tidak tahu harus berbuat apa. Semua keputusan dalam keluarga Adik ada di tangan Bang Kukuban. Sementara dia sangat benci dan dendam kepada Abang,” jawab Sani sambil menghela nafas panjang.
Beberapa lama mereka berunding di tepi sungai itu, namun belum juga menemukan jalan keluar. Dengan perasaan kalut, Sani beranjak dari tempat duduknya. Tiba-tiba sepotong ranting berduri tersangkut pada sarungnya.
“Aduh, sarungku sobek!” teriak Sani kaget.
“Wah, sepertinya pahamu tergores duri. Duduklah Adik, Abang akan mengobati lukamu itu!” ujar Giran.
Giran pun segera mencari daun obat-obatan di sekitarnya dan meramunya. Setelah itu, ia membersihkan darah yang keluar dari paha Sani, lalu mengobati lukanya. Pada saat itulah, tiba-tiba puluhan orang keluar dari balik pepohonan dan segera mengurung keduanya. Mereka adalah Bujang Sembilan bersama beberapa warga lainnya.
“Hei, rupanya kalian di sini!” seru Kukuban.
Giran dan Sani pun tidak tahu harus berbuat apa. Keduanya benar-benar tidak menyangka jika ada puluhan orang sedang mengintai gerak-gerik mereka.
“Tangkap mereka! Kita bawa mereka ke sidang adat!” perintah Kukuban.
“Ampun, Bang! Kami tidak melakukan apa-apa. Saya hanya mengobati luka Sani yang terkena duri,” kata Giran.
“Dasar pembohong! Aku melihat sendiri kamu mengusap-usap paha adikku!” bentak Kukuban.
“Iya benar! Kalian telah melakukan perbuatan terlarang. Kalian harus dibawa ke sidang adat untuk dihukum,” sambung seorang warga.
Akhirnya, Giran dan Sani digiring ke kampung menuju ke ruang persidangan. Kukuban bersama kedelapan saudaranya dan beberapa warga lainnya memberi kesaksian bahwa mereka melihat sendiri perbuatan terlarang yang dilakukan oleh Giran dan Sani. Meskipun Giran dan Sani telah melakukan pembelaan dan dibantu oleh Datuk Limbatang, namun persidangan memutuskan bahwa keduanya bersalah telah melanggar adat yang berlaku di kampung itu. Perbuatan mereka sangat memalukan dan dapat membawa sial. Maka sebagai hukumannya, keduanya harus dibuang ke kawah Gunung Tinjau agar kampung tersebut terhindar dari malapetaka.
Keputusan itu pun diumumkan ke seluruh penjuru kampung di sekitar Gunung Tinjau. Setelah itu, Giran dan Sani diarak menuju ke puncak Gunung Tinjau dengan tangan terikat di belakang. Sesampainya di pinggir kawah, mata mereka ditutup dengan kain hitam. Sebelum hukuman dilaksanakan, mereka diberi kesempatan untuk berbicara.

“Wahai kalian semua, ketahuilah! Kami tidak melakukan perbuatan terlarang apa pun. Karena itu, kami yakin tidak bersalah,” ucap Giran.
Setelah itu, Giran menengadahkan kedua tanganya ke langit sambil berdoa.
“Ya Tuhan! Mohon dengar dan kabulkan doa kami. Jika kami memang benar-benar bersalah, hancurkanlah tubuh kami di dalam air kawah gunung yang panas ini. Akan tetapi, jika kami tidak bersalah, letuskanlah gunung ini dan kutuk Bujang Sembilan menjadi ikan!”
Usai memanjatkan doa, Giran dan Sani segera melompat ke dalam kawah. Keduanya pun tenggelam di dalam air kawah. Sebagian orang yang menyaksikan peristiwa itu diliputi oleh rasa tegang dan cemas. Jika Giran benar-benar tidak bersalah dan doanya dikabulkan, maka mereka semua akan binasa. Ternyata benar. Permohonan Giran dikabulkan oleh Tuhan. Beberapa saat berselang, gunung itu tiba-tiba bergetar dan diikuti letusan yang sangat keras. Lahar panas pun menyembur keluar dari dalam kawah, mengalir menuju ke perkampungan dan menghancurkan semua yang dilewatinya. Semua orang berusaha untuk menyelamatkan diri. Namun, naas nasib mereka. Letusan Gunung Tinjau semakin dahsyat hingga gunung itu luluh lantak. Tak seorang pun yang selamat. Bujang Sembilan pun menjelma menjadi ikan.
Demikian cerita asal usul danau Maninjau dari Agam, Sumatra Barat, Indonesia. Konon, letusan Gunung Tinjau itu menyisakan kawah yang luas dan lama-kelamaan berubah menjadi danau. Oleh masyarakat sekitar, nama gunung itu kemudian diabadikan menjadi nama danau, yakni Danau Maninjau. Sementara nama-nama tokoh yang terlibat dalam peristiwa itu diabadikan menjadi nama nagari di sekitar Danau Maninjau, seperti Tanjung Sani, Sikudun, Bayua, Koto Malintang, Koto Kaciak, Sigalapuang, Balok, Kukuban, dan Sungai Batang.
Cerita di atas termasuk kategori legenda yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pesan moral yang dapat dipetik, yaitu akibat buruk yang ditimbulkan oleh sifat dendam. Dendam telah menjadikan Kukuban tega menfitnah Giran dan Sani telah melakukan perbuatan terlarang. Dari hal ini dapat dipetik sebuah pelajaran bahwa sifat dendam dapat mendorong seseorang berbuat aniaya terhadap orang lain, demi membalaskan dendamnya. Dalam kehidupan orang Melayu, sifat dendam ini sangat dipantangkan.

Read More..

Rabu, 23 Maret 2011

ANALISIS ALUR DAN TOKOH UTAMA DALAM KOMIK CERMIN PUTIH KARYA FACHREZA OKTAVIO


ANALISIS ALUR DAN TOKOH UTAMA DALAM KOMIK CERMIN PUTIH KARYA FACHREZA OKTAVIO



PROPOSAL PENELITIAN


ALSUMAINITIA
0710014111005


JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG
2011




      1. Latar Belakang Penelitian
         Sastra adalah imajinasi seseorang yang merupakan bagian dari seni, kemudian diwujudkan dari pikiran yang disalurkan melalui bahasa, dan dipresentasikan dalam bentuk tulisan,  gambar, musik, maupun melalui media lukisan. Menurut Taum (1997:13) Latar Belakang Penelitian
 2. Sastra adalah imajinasi seseorang yang merupakan bagian dari seni, kemudian diwujudkan dari pikiran yang disalurkan melalui bahasa, dan dipresentasikan dalam bentuk tulisan,  gambarsastra merupakan karya cipta atau fiksi yang bersifat imajinatif dengan menggunakan bahasa-bahasa  yang indah. Sastra itupun tebagi menjadi dua macam yaitu: prosa dan puisi. Prosa adalah karya satra yang tidak terikat, sedangkan puisi adalah satra yang terikat dengan kaidah-kaidah dan aturan-aturan tertentu. 
      Salah satu yang tergolongprosa itu adalah komik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komik adalah cerita bergambar (dimajalah, surat kabar) ataupun berbentuk buku yang umumnya mudah dicerna dan lucu (KBBI, 2005:321). Bekangan ini komik telah merajalela di Indonesia, tetapi komik yang palin banyak beredar di Indonesia l dari adalah komik yang berasal dari negara Jepang yang di translet ke bahasa Indonesia. Komik yang berasal dari Indonesia sekarang sangat terbatas. Tetapi komik dari Indonesia ini tidak kalah bagusnya dengan komik dari Jepang.
      Komik yang berjudul Cermin Putih ini merupakan komik yang berasal dari Indonesia. Komik yang menceritakan kisah boneka yang mengalami masalah-masalah ketika ia berubah menjadi manusia,  dan di dalam satu buah komik itu memiliki lima buah kisah yang dilewati oleh satu tokoh.  Jadi setelah penulis membaca komik ini,komik yang memiliki cerita yang berbeda dengan komik lain.Cermin Putih ini ditujukan bagi kalangan remaja, kerena lebih menonjolkan tentang kisah-kisah anak remaja yang dialami oleh seorang anak remaja untuk menghargai seseorang. Komik Cermin Putih  ini ditulis oleh Fahreza Oktavio, dan merupakan komik yang diterbitkan pertama kali tahun 2010 oleh PT Gramedia, Jakarta. 
      Pada bagian pertama yang berjudul Boneka, mengisahkan boneka Teddy yang biasa di panggil oleh Alisa sang pemilik boneja tersebut. Boneka Teddy yang selalu setia mendengar curhat majikannya,selalu mendengarkan semua keluh kesah yang dirasakan sehari-hari oleh Alisa. Teddy bisa berbicara dengan boneka-boneka lain yang ada dalam kamar Alisa. Malam itu Alisa curhat seperti biasa kepada Teddy dalam kamarnya. Tiba-tiba ia mereka mendenagr suara letusan dari dapur. Alisa langsung menggendong Teddy dan lari-lari ke arah tembakan, ternyata Ayah dan ibu Alisa sudah mati ditembak perampok. Tidak lama kemudian perampok langsung mengarahkan pistolnya ke arah Alisa, dan Alisa pun mati ditangan perampok tersebun. Tinggallah boneka Teddy  tanpa ada majikan yang selalu menemaninya setiap hari.
     Kemudian pada bagian kedua yang berjudul Manusia, mengisahkan tentang Boneka Teddy yang bisa hidup seperti manusia. Teddy yang hanya sebuah boneka itu bingung dengan keadaannya yang sudah berubah menjadi seorang manusia, ia tidak tahu sedikitpun tentang prilaku manusia, kerena kebingungan tersebut, ia tidak tau harus pergi kemana. Di tengah jalan ia hampir di tabrak truk, dan untung ada yang menolong Teddy, akhirnya ia selamat dan tinggal di sebuah panti asuhan yang  dikepalai oleh seorang nenek. Teddy bertemu dan akrab dengan Ujang salah satu orang yang tinggal di panti tersebut. Namun pada malamnya Ujang mengajak Teddy bermain di luar lingkungan panti asuhan. Lalu Teddy menyetujuinya, dan bermain di jalan bersama Ujang, dan teman-teman Ujang. Tidak lama kemudian segerombolan preman datang dan menghampiri Teddy dengan teman-temannya. Preman tersebut memegang Teddy dan temannya pun lari dan meninggalkan Teddy yang sedang dikepung oleh segerombolan preman tersebut.
     Selanjutnya pada bagian ketiga yang berjudul Untuk Tahu Terang Kau Harus Tahu Gelap, mengisahkan tentang kepolosan Teddy, ia tidak tahu kalau apa yang dilakukannya saat itu adalah perbuatan salah. Dimana ia menjadi anggota perampok yang waktu itu menculik Teddy dan diperjakan sebagai pencuri barang-barang langka yang sudah dimuseumkan. Tetapi pada bagian ini ia dipanggil dengan nama C,P (cermin putih) kerena sekelompok perampok itu tahu kalau C,P bisa berubah bentuk. Dalam ketidak tahuan itu C,P selalu bertanya kepada teman satu kerjanya sebagai pencuri itu. Temannya tersebut selalu bohong dan mengatakan kalau pekerjaan yang ia lakoni sekarang tidak salah. Dengan polosnya boneka Teddy Bear itu percaya dengan kata-kata tersebut dan terus mencuri barang-barang yang dilindungi tersebut. Kadang-kadang C,P  nekat membunuh korbannya yang menghalanggi misinya tersebut.  C,P adalah boneka yang sangat menikmati keberadaanya menjadi seorang manusia. Tetapi ia menginginkan manusia yang memiliki kebebasan. Suatu ketika ia bertemu dengan batu akik yang kerena kekuatan batu tersebut bisa merubah ia dari boneka menjadi manusia. Sejak bertemu dengan batu tersebut, perlahan batu ajaib yang bisa bicara itu menjelaskan mana yang baik dan mana yang buruk. Akhirnya C,P sadar kalau mencuri dan membunuh itu adalah perbuatan yang salah dan sangat tidak manusiawi. Lalu C,P berubah wujud menjadi koordinator perampok tersebut dan dan mengambil batu akik yang dicuri oleh perampok tersebut  ketika Alisa majikan Teddy di bunuh tiga bulan lalu. Setelah tahu mana yang baik dan yang salah C,P kabur dari kelompok tersebut dan membawa batu akik yang dimiliki oleh majikannya dulu.
     Namun pada bagian keempat yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang mengisahkan tentang C,P bertemu dengan seorang nenek yang selalu mengajarinya untuk menghormati dan menghargai kebebasan seseorang dan selalu berbuat baik sesama manusia, serta selalu mensyukuri kalau hidup adalah sesuatu yang sangat berarti bagi kita semua, dan yang terakhir nenek mengajarkan tentang kita tidak boleh menyesali sesuatu yang telah terjadi. Harus berpikiran positif kepada semua orang agar hidup kita kedepannya hidup kita jauh lebih baik.
     Terakhir pada bagian kelima yang berjudul Perspektif , mengisahkan tentang Teddy yang berubah menjadi ibu Koordinatornya yang meminpin dan mengatur strateginya dalam mencuri. Ia berubah wujud agar ia bisa merubah teman-temannya itu tidak mencuri lagi, dan bisa berbuat baik kepada semua orang. Ia mengajarkan pada temannya tentang semua ilmu yang ia dapat dari orang lain supaya temanya tersebut sadar kalau mencuri dan membunuh itu bukan sebuah kebebasan melainkan kekeliruan belaka. Tetapi temannya menolak ajaran tersebut dan tetap kukuh untuk membunuh dan mencuri. Kerena hal tersebut Teddy kesal dan langsung menembak kepala temannya tersebut dengan sepucuk pistol yang sering digunakan temannya itu untuk membunuh orang lain. Akhirnya semua perampok itu ia bunuh sekalian membalas dendam kerena dulu perampok tersebut membunuh Alisa. Setelah kejadian tersebut, Teddy mengembalikan semua barang-barang antik tersebut ke tempat dimana dulu ia ambil yaitu dimuseum.Semua orang bangga kerena barang-barang yang dilindungi negara tersebut semuanya telah kembali seperti dulu. Setelah tujuan Teddy tercapai, maka Teddy yang merupakan sebuah boneka tersebut kembali berubah wujud ke wujud aslinya yaitu berubah menjadi boneka Teddy Bear yang lucu dan selalu berada dekat dengan batu akik ajaib.
      Dari kelima kisah yang dilewati oleh tokoh tersebut, penulis ingin meneliti alur yang ada dalam cerita Cermin Putih. Menurut Stanton (1965:14) Alur adalah cerita yangberisi urutan kejadian, namun kejadian itu dihubungkan secara sebab akibat. Alur tersebut merupakn peristiwa yang penyajiannya mencapai efek emosional dari aksi tokoh baik secara verbal maupun non verbal. Pada komik Cermin Putih ini merupakan komik terbitan pertama kali tahun 2010 ini. Tetapi walaupun edisi pertama, komik ini mengisahkan tentang kisah tokoh yang memiliki lima bagian cerita dalam satu buah komik, yang mana tiap-taip bagian memiliki certa yang berbeda-beda yang harus dilewati oleh seoarang tokoh. Hal inilah yang membuat penulis memmilih Cermin Putih tersebut.

       3. Rumusan Masalah
     Dari latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan penulis angkat adalah:
1        Bagaimana alur Cermin Putih dari tiap-tiap cerita yang berbeda?
2        Bagaimana tokoh utama tiap-tiap cerita dalam memecahkan masalah mereka masing-masing pada Cermin Putih?
 
       4. Tujuan Penelitian
     Bertolak dari rumusan masalah yang penulis temukan di atas, maka penulis menentukan tujuan penelitian yaitu:
1 Untuk mendeskripsikan alur pada masing-masing cerita dalam  Cermin Putih serta cara tiap-tiap tokoh dalam memecahkan masalah mereka masing-masing.
2        Untuk mendeskripsikan tokoh utama dalam menyelesaikan masalah-masalah percintaan dalam Cermin Putih.

       5.  Manfaat Penelitian
     Penulis berharap agar penelitian ini bermanfaat bagi pembaca agar menambah pengetahuan pembaca tentang alur dan tokoh utama dalam cerita Cermin Putih dalam menyelesaikan masalah masing-masing tokoh utama yang ada dalam Cermin Putih.
       6. Tinjauan Pustaka
     Sepanjang pengetahuan penulis, belum ada yang meneliti tentang alur dan tokoh dalam komik Cermin Putih ini. Oleh kerena itu penulis mengangkat Cermin Putih tersebut.
       7.  Kajian Teori
     Pada kajian teori ini, penulis menggunakan teori analisis strutural yang bertujuan untuk memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan kemenyeluruhan.
Analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur fiksi yang bersangkutan yaitu bagaimana peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokn penokohan, latar, sudut pandang (Nurgiyantoro, 2005:37). Namun tidak semua unsur di atas yang akan penulis angkat. Penulis hanya mengangkat alur dan tokoh utama saja yang ada dalam komik Cermin Putih ini sesuai dengan keperluan penelitian.
Plot atau alur menurut Forster (1970(1927:93) adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas. Tahap plot yang dikemukakan Richard Summers (dalam Nurgiyantoro, 2005:199) dimana tahapan plot ada lima bagian yaitu:
1 Tahap penyituasian (tahap situation) adalah tahap yang berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita.
2        Tahap pemunculan konflik (tahap generating circum stences)
adalah masalah-masalah yang menyulut terjadinya konflik dan dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya
3        Tahap peningkatan konflik (rising action) adalah konflik yang dimunculkan pada tahap sebelum sebelumnya makin berkembang dan dikembangkan kadar identirtasnya sehingga inti cerita semakin mencekam dan menegangkan.
4        Tahap klimaks (tahap climax)
adalah konflik yang pertentangan terjadi, yang diakui atau ketimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimak sebuah cerita yang akan dialami tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama.
5. Tahap penyelesaian (tahap denoument)
adalah konflik yang mencapai klimak diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan.

                  Pada umunya tokoh utama adalah hal penting yang dimiliki oleh karya fiksi,       kerena tokoh utama itu adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya, selain itu juga merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik bagi pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 2005:177)  kerena tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubangan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan , tokoh utama selalu hadir sebagai pelaku atau yang dikenai kajadin dan konflik penting yang mempengaruhi perkembangan plot teresbut.
        8.  Metodologi Penelitian
     Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut (Narbuko dan Achmadi, 2007:44) metode deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, menganalisis dan menginterpretasi.
         9.   Sumber Data
     Sumber data yang penulis temukan untuk menunjang penelitian ini adalah sumber data tulis dan lisan. Sumber data tulis dalam penelitian ini diambil dari komik Cermin Putih yang berjumlah 202 halaman dan penerbitnya Fachreza tahun 2010, dan buku-buku yang membahas tentang unsur instrinsik yaitu tentang tokoh utama, alur.
        10. Teknik Pengumpulan Data
     Dalam penelitian ini penulis melakukan pengumpulan data dengan menggunakan teknik dokumentasi. Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen, penelitian yang dilakukan melalui yang bersangkutan dengan masalah yang akan diteliti.
        11.Teknik Analisis Data
     Teknik analisis data pada penelitian ini adalah (1) membaca dan memahami komik Cermin Putih secara keseluruhan, (2) mencatat dan menandai data yang berhubungan dengan data yang penulis teliti, (3) mengelompokkan data yang telah ditemui untuk diteliti,(4) mengidentifikasi alur yang terdapat pada komik Cermin Putih dan tokoh Teddy dalam menyelesaikan semua masalahnya,(5) setelah itu menganalisis alur yang terdapat dalam komik Cermin Putih dan tokoh Teddy dalam menyelesaikan masalahnya.
       12.Sistematika Penulisan
     Sistematika penulisan penelitian terdiri dari empat bab. Bab 1 merupakan pengantar yang membahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kajian teori, metode penelitian, sumber data, teknik penelitian pengumpulan data, teknik analisis data, sistematika penulisan. Bab II membahas tentang alur Cermin Putih dari setiap kisah yang berbeda. Bab III membahas tentang tokoh Teddy dalam memecahkan  masalah pada komik Cermin Putih. Bab IV penutup yang berisi kesimpulan.
1       13. Daftar Pustaka           

     Depertemen Pendidikan Nasional.2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
               Balai Pustaka.
     Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada   
               University.     
     Oktavio, Fahreza.2010. Cermin Putih. Jakarta: PT Gramedia
     Narbuko dan Achmadi. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta.: PT Bumi Aksara       
                                                                                                                                    .                                                                                                                                                                                  

   

Read More..